PekanbaruKini.com
Headlines Riau

Ombudsman Riau Temukan Maladministrasi oleh Pj Kades Pandau Jaya Terkait Pemberhentian Pengurus Masjid Raya Ittihadul Ummah

Ombudsman Riau Temukan Maladministrasi oleh Pj Kades Pandau Jaya Terkait Pemberhentian Pengurus Masjid Raya Ittihadul Ummah
Ombudsman Riau Temukan Maladministrasi oleh Pj Kades Pandau Jaya Terkait Pemberhentian Pengurus Masjid Raya Ittihadul Ummah

PEKANBARU  — Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Riau menyimpulkan telah terjadi maladministrasi yang dilakukan oleh Penjabat (Pj) Kepala Desa Pandau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Hj. Jusmiati, S.Kep, dalam pemberhentian pengurus Masjid Raya Ittihadul Ummah (MRIU) Pandau Jaya periode 2023–2026.

Kesimpulan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Ombudsman tertanggal 4 November 2025 dengan Nomor Registrasi 0241/LM/IX/2025/PKU, menindaklanjuti laporan yang diajukan oleh Ketua Masjid MRIU Pandau Jaya periode 2023–2026, Zulhamidi, melalui kuasa hukumnya Adv. Nandi Syukri, SH, MH.

Dalam LHP tersebut, Ombudsman menyatakan bahwa tindakan Pj Kades Pandau Jaya memberhentikan pengurus masjid berdasarkan Surat Keputusan Nomor 148//PEM/PJ/VIII/2025-40 tertanggal 1 Agustus 2025 merupakan bentuk maladministrasi, karena dilakukan tidak sesuai prosedur dan melampaui kewenangan.


Berawal dari Surat “Mosi Tidak Percaya”

Polemik ini bermula pada 12 Juli 2025, saat sekelompok jamaah yang mengatasnamakan “jamaah, dewan pengawas, dan pengurus” menyampaikan surat mosi tidak percaya terhadap pengurus masjid yang sah. Kuasa hukum pelapor, Adv. Nandi Syukri, menyebutkan bahwa pertemuan tersebut tidak dilakukan melalui forum resmi dan tidak memiliki dasar hukum sebagai musyawarah besar luar biasa.

“Mereka bukan bermaksud memperbaiki manajemen masjid, tapi ingin merebut kembali kepengurusan sesuai kehendak kelompok tertentu,” ujar Nandi.

Namun, alih-alih menengahi, Pj Kades Pandau Jaya justru menerbitkan surat keputusan yang memberhentikan pengurus sah dan mengangkat pengurus baru. “Ini jelas bentuk penyalahgunaan wewenang atau abuse of power oleh pejabat publik,” tegasnya.


Melanggar Prinsip Tata Kelola dan Demokrasi Jamaah

Menurut Nandi, tindakan pemberhentian tersebut bertentangan dengan aturan lembaga sosial keagamaan dan prinsip demokrasi jamaah. “Kepengurusan MRIU periode 2023–2026 terbentuk melalui musyawarah dan mufakat seluruh jamaah. Ada berita acara dan dokumen resmi. Jadi tidak ada kekosongan kepengurusan,” ujarnya.

Ia menilai keputusan tersebut menimbulkan keresahan dan perpecahan di tengah masyarakat. “Ini bentuk pendzoliman terhadap pengurus yang sah. Karena itu, kami melaporkannya ke Ombudsman,” sambungnya.


Ombudsman: Ada Unsur Maladministrasi

Dalam hasil pemeriksaannya, Ombudsman menyatakan bahwa Pj Kades Pandau Jaya terbukti melakukan tindakan maladministrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Ombudsman, yaitu perilaku melawan hukum, melampaui wewenang, atau menggunakan wewenang untuk tujuan lain yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Ombudsman juga meminta pihak Pemerintah Desa Pandau Jaya untuk menindaklanjuti LHP secara benar, mengedepankan kepastian hukum dan rasa keadilan, serta tidak menafsirkan hasil pemeriksaan secara keliru yang dapat memperkeruh suasana di kalangan jamaah.


Belum Ada Itikad Baik dari Pemerintah Desa

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Pemerintah Desa Pandau Jaya belum melakukan komunikasi dengan pelapor maupun memberikan klarifikasi pasca keluarnya LHP Ombudsman.

“Tidak ada upaya pemulihan nama baik atau tanggung jawab moral dari pemerintah desa terhadap pengurus yang diberhentikan. Padahal mereka telah menanggung beban sosial akibat keputusan yang diduga cacat hukum itu,” kata Zulhamidi.

Ia menambahkan, keputusan pemberhentian tersebut bersifat vernietigbaar (dapat dibatalkan), bukan batal demi hukum, sehingga pihak yang dirugikan memiliki hak untuk menempuh langkah hukum.

“Kalau dibiarkan, ini akan mengikis kepercayaan publik terhadap supremasi hukum di tingkat lokal. Desa seharusnya menjadi fondasi demokrasi, bukan tempat praktik kekuasaan tanpa pengawasan dan pembinaan,” pungkas Zulhamidi.