Pekanbarukini.com (JAKARTA) – Seorang warga asal Bekasi, bernama Leonardo Olefins Hamonangan, mengajukan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia mengajukan gugatan soal pasal yang dianggapnya memicu pemberi kerja membuat syarat diskriminatif seperti usia hingga pengalaman di lowongan kerja.
Terlihat gugatan itu tercatat dengan nomor perkara 35/PUI-XXII/2024. Sidang pemeriksaan pendahuluan gugatan tersebut telah digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa (5/3/2024).
Sementara itu, Sidang yang dipimpin oleh hakim MK Arief Hidayat sebagai ketua majelis dan Daniel Yusmic serta Arsul Sani sebagai anggota. Dalam sidang ini, Leonardo memberikan penjelasan terkait pokok gugatannya.
“Pertama-tama, tentu saya akan memperkenalkan terlebih dahulu, meskipun saya sudah sering di sini. Nama saya Leonardo Olefins Hamonangan. Usia saya saat ini adalah 23 tahun. Saat ini status saya adalah belum bekerja. Kemudian, Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Bahwa Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Perubahan Ketiga menyatakan, telah dianggap dibacakan. Bahwa selanjutnya Pasal 24C ayat (1) Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, telah dianggap dibacakan,” kata Leonardo, dikutip dari persidangan yang dilihat, pada Minggu (10/3/2024).
Leonardo mengatakan Pasal 35 ayat 1 dalam UU 13/2003 menimbulkan banyak perusahaan yang menetapkan persyaratan yang dianggapnya menghambat dirinya mendapat pekerjaan. Antara lain, kata Leonardo, ialah pengalaman kerja, batas usia, dan syarat lain.
“Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini mengatur masalah perekrutan, artinya perusahaan diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk merekrut karyawan, maka sering kali perusahaan menetapkan persyaratan pekerjaan itu adalah seperti pengalaman kerja yang minimal 2 tahun, kemudian juga ada usia pekerjaan, usia melamar, ada batas usia pelamar, hal-hal seperti itu menimbulkan suatu permasalahan konflik internal bagi para calon pelamar kerja karena terbentur masalah syarat administrasi, yaitu karena tidak memiliki pengalaman kerja, kemudian juga karena terhambat masalah batas usia pekerjaan,” ungkapnya.
Dia juga membacakan petitumnya dan meminta Pasal 35 ayat 1 UU Ketenagakerjaan dinyatakan bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945.
“Dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap sepanjang tidak dimaknai ‘pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja diharapkan untuk memberikan kesempatan yang adil kepada semua pencari kerja yang memenuhi syarat yang ditetapkan. Dilarang memuat persyaratan-persyaratan mendiskriminasi usia pelamar, latar belakang, pengalaman kerja, jenis kelamin, agama, ras, orientasi seksual, pemberi kerja juga diharuskan untuk melakukan proses seleksi yang transparan dan objektif dalam memilih kandidat yang paling sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang tersedia,” tuturnya.
Leonardo melanjutkan, MK bisa memutuskan pasal itu bertentangan secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan.
Atas gugatan itu, Hakim Konstitusi Arsul Sani menyoroti persoalan diskriminasi yang dibahas pemohon, apakah batas usia termasuk dalam sikap diskriminasi. Arsul mengatakan pemohon harus bisa menjelaskan diskriminasi yang dimaksud.
“Kita harus hati-hati menyatakan sesuatu diskriminatif atau tidak,” ucap Arsul.
“Tidak dijelaskan atau tidak diuraikan dalam posita, tetapi tahu-tahu muncul dalam petitum,” tandas Arief.