PekanbaruKini.com
Artikel/Opini Headlines

Mengenal Sosok Buya H. TM. Busra, BA, Pelopor Pesantren Berbasis Kitab Kuning di Kota Pekanbaru

Pekanbarukini.com – Buya H. TM. Busra, BA atau yang akrab disapa Buya Busra adalah ulama kharismatik pelopor pondok pesantren berbasis kitab kuning di Kota Pekanbaru. Buya Busra dilahirkan di Kuntu Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Provinsi Riau pada tanggal 05 Desember 1952.

Ayahnya bernama Muhammad Nayan bin Faqih Kimin dan ibunya bernama Hj. Baidah binti Latin. Buya dilahirkan di lingkungan keluarga yang sangat sederhana.

Sekitar umur 7 tahun, Buya memulai pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (SR) sekitar tahun 1959. Setelah enam tahun belajar di Sekolah Rakyat (SR), Buya berhasil lulus dan menerima ijazah pada tahun 1965.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Buya Busra melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Naumbai, Air Tiris, Kabupaten Kampar Tahun 1965-1966. MTI merupakan lembaga pendidikan Islam yang berorientasi pada kajian tafaqquh fiddinserta mepertahankan i’tiqad ahlussunnah wal jama’ahdan bermazhab Syafi’i.

MTI termasuk lembaga pendidikan Islam bercorak pesantren yang lahir dari Sumatera Barat, pembelajarannya berbasis kitab kuning (kitab turats). Hanya saja, pada masa itu MTI tidak menggunakan sistim asrama. Santri-santrinya tinggal di rumah warga sekitar madrasah.

Setelah setahun belajar di MTI Naumbai, Buya pindah ke MTI Ranah, Air Tiris, Kabupaten Kampar. Di MTI Ranah, Buya hanya belajar selama setahun (1966-1967). Selama menuntut ilmu di MTI Ranah, Buya dikenal sebagai santri yang cerdas dan kritis.

Setelah itu Buya pindah ke MTI Tratak Rumbio. Tak lama di MTI Tratak, Buya pindah lagi ke Pondok Pesantren Darusslam Batu Bersurat Kecamatan XIII Koto Kampar (1967-1970). Di Pesantren Darussalam inilah Buya menyelesaikan jenjang pendidikan menengah dan mendapatkan Ijazah.

Di pesantren ini Buya banyak belajar secara langsung kepada Pimpinan Pesantren Darusslam, Syaikh Aidarus Abdul Ghani. Selain dengan Syaikh Aidarus Abdul Ghani, Buya juga belajar kepada Buya Jamarin.

Setelah lulus, Buya diminta untuk mengajar dan mengabdi selama setahun di pesantren Darussalam Batu Bersurat Kecamatan XIII Koto Kampar Provinsi Riau. Setelah selesai mengabdi, Buya memutuskan untuk merantau ke Sumatera Barat pada tahun 1971.

Pada awalnya perantauan Buya ke ranah minang tersebut bertujuan ingin mengaji dan memperdalam ilmu agama ke pesantren Nurul Yakin di Ringan-ringan Padang Pariaman, Sumatera Barat. Buya ingin fokus mengaji tafsir bersama Buya Ali Imran di pesantren tersebut.

Namun karena banyak permintaan jama’ah di Padang kepada Buya untuk mengisi wirid pengajian, Buya akhirnya menunda niatnya belajar di pesantren Nurul Yakin. Buya pun aktif mengisi wirid pengajian sambil mengajar di beberapa madrasah di Padang.

Sambil berdakwah dan mengajar, Buya melanjutkan studinya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang pada program Sarjana Muda (BA), tahun 1978 dan lulus pada tahun 1982 di jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Setelah menyelesaikan kuliahnya, Buya berangkat ke Jaho Padang untuk  belajar langsung kepada Buya Dalil Syarif Datuk Maninjun.

Setelah lebih kurang sebelas tahun merantau, belajar, dan berdakwah di Padang, Sumatera Barat, Buya pun memutuskan untuk kembali ke kota Pekanbaru, Riau pada Tahun 1982. Di Pekanbaru, Buya memulai kegiatannya sebagai mubaligh mengisi kajian dan ceramah agama dari masjid ke masjid.

Selain menjadi mubaligh, Buya juga mengajar di beberapa madrasah di kota Pekanbaru. Selama mengajar di beberapa madrasah tersebut, Buya selalu menyampaikan ide-ide dan pemikirannya tentang pondok pesantren. Karena saat itu di kota Pekanbaru belum ada pondok pesanrtren.

Namun sayangnya, ide-ide dan pemikiran Buya tentang pesantren, kitab kuning dan kaderisasi ulama tidak diterima oleh madrasah dan guru-guru tempat Buya mengajar. Sehingga ketika melihat kondisi ini, Buya termotivasi ingin mendirikan pesantren sendiri.

Di era 80-an, pendidikan agama di Kota Pekanbaru masih minim dan kurang diminati. Ketika itu di kota Pekanbaru belum ada pondok pesantren. Melihat kondisi itu, Buya memulai perjuangannya mendirikan pesantren dengan berbekal niat dan tekad yang kuat. Buya memulainya dari nol.

Karena niat yang tulus, tekad yang kuat, dan usaha yang maksimal, akhirnya Buya berhasil mendirikan pesantren yang diberi nama Al-Munawwarah di bawah Yayasan Syekh Burhanuddin (YASBU). Tak tanggung-tanggung, pesantren yang didirikan Buya ini bertujuan untuk mencetak para ulama yang intelektal. Pembelajarannya berbasis kitab kuning (kitab turats).

Pesantren Al-Munawwarah memiliki keunggulan dalam bidang kitab kuning (kitab turats). Santri-santrinya diajarkan mengusai kitab kuning secara detail dan mendalam. Maka tak heran, santri-santri Pesantren Al-Munawwarah sangat terampil menguasai kitab kuning dan selalu meraih prestasi dalam Musabaqah Qiroatil Kutub (MQK) baik di tingkat provinsi maupun nasional.  

Seiring perkembangan zaman, pesantren yang didirikan Buya terus berkembang. Selain pesantren Al-Munawwarah, Buya juga telah mendirikan pesantren Al-Ikhwan, Ma’had ‘Aly dan RA Az-Zahra. Kini ratusan ribu santri telah berhasil menyelesaikan pendidikan dari pesantren yang diasuh oleh Buya.

Alumni-alumninya telah diterima di berbagai perguruan tinggi terkemuka, baik dalam maupun luar negeri. Bahkan tak sedikit santri Buya yang telah berhasil meraih gelar doktor dan menjadi ulama panutan masyarakat.

Tak hanya masyhur sebagai pengasuh pesantren, Buya juga dikenal sebagai ulama kharismatik dan da’i ulung di tengah masyarakat. Buya telah memulai pengabdiannya di bidang dakwah sejak usia muda. Mengayuh sepeda dan naik angkot berdakwah dari masjid ke masjid.

Tak pilih-pilih masjid besar maupun masjid kecil, semua didatangi oleh Buya. Kedalaman ilmu dan keindahan retorika Buya dalam berdakwah telah berhasil merebut hati jama’ah, sehingga dakwah-dakwah Buya selalu dinantikan oleh jama’ah.

Buya adalah sosok ulama yang berwawasan luas. Tidak hanya piawai menguasai kitab turats, Buya juga memiliki wawasan yang luas tentang kebangsaan. Buya pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Riau tahun 1999-2004. Kesempatan menjadi anggota dewan dijadikan oleh Buya sebagai sarana untuk memajukan pendidikan Islam.

Buya adalah sosok ulama-intelektual panutan masyarakat. Mudah-mudahan melalui pondok pesantren yang didirikan dan diasuh oleh Buya, akan lahir ulama-intelektual muda lainnya yang senantiasa memberikan suluh kepada masyarakat dan memberikan kontribusi nyata untuk kemajuan agama dan bangsa. Semoga.

 

Oleh : Susanto Al-Yamin

Juara M2IQ pada MTQ Nasional 2012 di Ambon, Maluku.