PekanbaruKini.com
Riau

Gubernur Riau Abdul Wahid Minta Konflik Tanah Ulayat LPHD Rantau Kasih Diselesaikan Secara Adat

PEKANBARU — Konflik perebutan hak ulayat atas tegakan hutan akasia seluas 1.500 hektare di kawasan LPHD Rantau Kasih, Kabupaten Kampar, Riau, kembali mencuat ke publik. Gubernur Riau Abdul Wahid menegaskan bahwa sengketa antar dua kelompok adat ini harus diselesaikan dengan pendekatan adat, bukan melalui jalur pemerintah.

“Sengketa ini menyangkut dua kenegerian adat. Jadi, penyelesaiannya harus berdasarkan hukum adat yang berlaku, bukan intervensi pemerintah,” kata Gubernur Abdul Wahid sebagaimana disampaikan dalam konferensi pers oleh Datuk Sanjayo Kenegerian Mentulik, Jupriadi, di Pekanbaru, Rabu (18/6/2025).

Klaim Sepihak dari Gunung Sahilan
Konflik ini bermula dari klaim Kenegerian Gunung Sahilan yang menyatakan bahwa kawasan hutan di LPHD Rantau Kasih merupakan bagian dari wilayah adat mereka. Namun klaim tersebut ditentang keras oleh pihak Kenegerian Mentulik. Menurut Jupriadi, wilayah Rantau Kasih adalah hasil pemekaran dari Kenegerian Mentulik dan secara adat masih berada di bawah struktur serta tanggung jawab Datuk Sanjayo Mentulik.

“Rantau Kasih itu murni hasil pemekaran Mentulik. Kami punya garis adat yang jelas. Tapi sekarang diklaim sepihak oleh Gunung Sahilan tanpa dasar adat yang sah,” tegas Jupriadi.

Rantau Kasih dikelola LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa) Rantau Kasih dan telah mengantongi izin resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menanam serta memanen pohon akasia. Namun Jupriadi mengaku, pihak adat Kenegerian Mentulik tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan maupun pembagian hasil kayu.

“Sejak panen pertama sampai panen ketiga di tahun 2024, kami tidak menerima satu rupiah pun. Bahkan MoU kerja sama mereka penuh rekayasa dan kami tidak pernah tahu menahu soal itu,” ujarnya dengan nada kecewa.

Desakan Penyelesaian Secara Adat
Jupriadi juga menekankan pentingnya kejelasan batas wilayah adat antara Mentulik dan Gunung Sahilan. Ia menegaskan bahwa walaupun dua kenegerian tersebut berbatasan secara geografis, keduanya memiliki struktur dan sistem adat yang berbeda serta batas wilayah yang sah menurut hukum adat.

“Kami sudah coba komunikasikan masalah ini, tapi hingga sekarang pihak Gunung Sahilan belum bisa menjelaskan dasar adat dari klaim mereka,” ungkapnya.

Pihak Kenegerian Mentulik kini mendorong dilakukannya pertemuan terbuka yang melibatkan seluruh tokoh adat dari kedua belah pihak. Mereka berharap konflik ini tidak berlarut-larut hingga menimbulkan potensi konflik horizontal yang lebih besar.

“Kami ingin duduk bersama. Selesaikan ini secara terbuka dan adat. Jangan sampai jadi bara dalam sekam,” tutup Jupriadi.

Penulis: Ary