PEKANBARU – Pemerhati pendidikan Riau, Datuk Budi Febriadi, angkat suara mengenai persoalan relokasi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Provinsi Riau. Dalam pernyataannya, Datuk Budi yang juga merupakan mantan Ketua Umum HIPMI Riau, menaruh perhatian serius terhadap kondisi guru-guru PPPK yang kini harus mengajar jauh dari keluarga dan kampung halaman.
“Saya ini orang yang bersyukur pernah bertemu manusia hebat yang mengajari saya menggunakan otak. Beliau adalah guru. Karena itu saya sangat prihatin dengan kondisi para guru hari ini, khususnya PPPK,” ujar Datuk Budi.
Ia menyoroti ketimpangan antara jumlah guru honorer dan ASN (Aparatur Sipil Negara) di sekolah-sekolah dasar, terutama di daerah-daerah seperti Indragiri Hilir.
Menurutnya bahkan dulu saat di Pesantren Tarbiyah Islamiyah Sungai Guntung tempat ia bersama Gubernur Riau H. Abdul Wahid, M.Si pernah menimba ilmu, semua pengajarnya adalah honorer yang tak memiliki jaminan kesejahteraan
“Saat itu ustaz dan ustazah semua bukan ASN. Baru di SMA mulai banyak PNS. Jadi saya paham betul bagaimana sulitnya hidup guru yang penempatannya jauh,” tuturnya.
Datuk Budi menggambarkan beratnya beban sosial yang ditanggung guru PPPK yang harus dipindah ke daerah terpencil. Ia menyebutkan bahwa banyak dari mereka terpaksa hidup terpisah dari anak dan istri karena keterbatasan ekonomi dan penempatan yang tidak sejalan dengan domisili.
“Mereka harus menghidupi dua dapur. Satu di kampung, satu lagi di tempat baru. Guru ASN saja kewalahan, apalagi PPPK. Ini bukan sekadar soal penempatan, ini soal keadilan dan kemanusiaan,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa guru-guru tersebut tidak bercita-cita menjadi kaya raya, melainkan hanya ingin dihargai dan diberikan ruang untuk mengabdi tanpa harus mengorbankan kebahagiaan keluarganya.
Lebih jauh, Datuk Budi meminta Gubernur Datuk Seri Setia Amanah, Abdul Wahid agar turun tangan langsung dan memanggil Dinas Pendidikan serta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk duduk bersama forum perjuangan guru PPPK. Ia berharap proses relokasi bisa dipercepat dengan bantuan data yang akurat dan solusi teknis yang konkret.
“Saya lihat banyak guru yang awalnya semangat ketika diangkat jadi PPPK, kini malah down karena harus meninggalkan keluarga dan menghadapi tekanan ekonomi. Tolong pak Gubernur bantu mereka. Kita tidak ingin semangat mereka padam,” ucapnya.
Tak hanya itu, Datuk Budi juga menyoroti adanya indikasi guru non-honorer yang bisa lolos menjadi PPPK. “Kalau ada yang bukan honorer tapi bisa diangkat PPPK, itu harus diselidiki. Kalau terbukti, pecat saja. Jangan hancurkan kepercayaan publik,” tegasnya.
Dukungan dari Ketua PPPK Guru Riau
Menanggapi pernyataan Datuk Budi, Ketua ASN PPPK Guru Provinsi Riau, Eko Wibowo, menyampaikan apresiasinya. Ia menyebut dukungan dari tokoh nasional seperti Datuk Budi sebagai angin segar bagi perjuangan guru-guru PPPK.
“Kami berterima kasih atas empati dan kepedulian Datuk Budi. Ini bukan hanya tentang penempatan kerja, tapi soal martabat guru dan keberlangsungan pendidikan,” ujar Eko.
Eko mendesak Pemprov Riau, melalui Dinas Pendidikan dan BKD, untuk segera mengambil langkah konkret terkait relokasi guru PPPK angkatan 2021, 2022, dan 2023. Ia menyebutkan bahwa hingga saat ini banyak guru masih bertugas di daerah yang sangat jauh dari tempat tinggal mereka.
“Isu relokasi ini bukan sekadar administratif, tapi menyangkut kemanusiaan. Banyak guru yang harus berpisah dari anak dan istri, dengan biaya hidup yang makin tinggi. Ini sudah jadi beban emosional dan ekonomi,” ungkapnya.
Eko menegaskan bahwa jika tidak ada tindak lanjut dari pemerintah daerah, pihaknya siap membawa aspirasi ini ke tingkat nasional.
“Kalau perlu, kami akan ke Jakarta, menyuarakan langsung ke Komisi X DPR RI dan Komisi II. Kami akan perjuangkan ini sampai titik darah penghabisan demi masa depan pendidikan Riau,” tegasnya.
Harapan untuk Pemerintah Daerah
Para guru PPPK di Riau kini menggantungkan harapan pada komitmen pemerintah provinsi dalam merespons persoalan relokasi. Dengan peran strategis guru sebagai ujung tombak pendidikan, perhatian terhadap kesejahteraan mereka dianggap sebagai kunci menjaga kualitas pendidikan di daerah.
Datuk Budi pun mengakhiri pernyataannya dengan pesan kuat, “Mereka bukan minta kaya, mereka hanya ingin dihormati dan diberi ruang untuk mengabdi tanpa harus kehilangan keluarganya. Tolong beri solusi yang manusiawi.” (rilis)
